Ekspansi Hidayatullah ke Bumi Kondosapata Bukti Efektifitas Kepemimpinan
HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Opini – Menyebarnya gerakan dakwah Hidayatullah ke beberapa wilayah di kabupaten Mamasa secara efektif adalah bagian dari capaian program kerja yang dievaluasi oleh pengurus wilayah Hidayatullah Sulawesi Barat.
Mamasa yang jadi kabupaten sejak 11 Maret 2002 itu kini dihuni oleh 17℅ muslim, kondisi ini sama dengan dakwah di sana butuh metode khusus dibanding lima kabupaten lain.
Untuk mendapatkan lokasi wakaf sebagai cikal bakal pusat pembangunan pondok pesantren dan amal usaha lain saja, Hidayatullah dapat wakaf setelah enam tahun ‘gerilya’ dari pintu ke pintu.
Drs. H. Mardhatillah, ketua DPW Hidayatullah Sulawesi Barat, menegaskan dalam arahan yang ia sebut sebagai ‘arahan terakhir’ bahwa sebagai pemimpin harus memiliki kepekaan spiritual, intelektual dan akhlak.
Mengulang ulang penekanan pada nilai spiritual pemimpin, dalam arahan monitoring dan evaluasi (monev), pemimpin idealnya adalah orang yang pintar memahami dan jangan minta dipahami.
Mengutip nasehat salah satu pendiri Hidayatullah, Ustadz Hasyim HS. yang selalu menyebut “pintar pintarlah memahami jangan selalu minta dipahami” Setiap dimintai nasehat para santrinya.
Karena di tempat tugas pengabdian, petugas atau kader dai yang ditugaskan akan berinteraksi dengan alam, hewan dan manusia. Maka dibutuhkan kepiawaiannya memerankan diri sebagai khalifah atau pemimpin.
Mengapresiasi ekspansi Hidayatullah di kabupaten ke enam dalam provinsi Sulawesi Barat itu, Ustadz Mardha -sapaan familiarnya- adalah bukti tingginya efektifitas kepemimpinan.
Ada idealitas kepemimpinan yang berjalan dengan indikator kepatuhan total dalam setiap penugasan, tanpa banding atau sejenis gugatan untuk terhindar dari amanah dengan alasan subjektivitas dan abai terhadap kekaderan dirinya.
Ketika kepatuhan sebuah keniscayaan maka mengoreksi intruksi pemimpin dengan segala prasangka itu adalah kecelakaan dalam berorganisasi, “Jangan menyentuh (mengganggu -Red.) kepemimpinan dengan cara meragukan atau sanksi terhadap intruksi” Tegas ketua DPW Hidayatullah Sulbar.
Setidaknya itu kesimpulan melihat capaian eksistensi organisasi yang tidak bisa sekedar gimmick atau tebar pesona semata. Meski masih jauh dari kata berkembang karena statusnya merintis, mencari dan mempertahankan aset organisasi.
Dakwahnya dapat diterima di masyarakat dan program pembinaan secara efektif sesuai keinginan warga sekitar Rumah Quran Hidayatullah (RQH).
Sembari menanti petugas definitif paska Munas ke-6 Hidayatullah di Jakarta pada 22 dan 23 Oktober ini, mengingat per hari ini masih ditangani boleh petugas sementara dari DPW.
Tersirat pesan dari daerah yang bersuhu rata rata 18⁰C itu, bahwa memiliki aqidah kuat: Maha murahnya Allah SWT Sang Pemberi rejeki di bumi manapun adalah modal besar dalam mengemban tugas mulia ini. (bash)