HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Malunda – Bukan hanya pada momen berceramah saja dakwah digaungkan, dalam kondisi ijin menjenguk orangtua yang kabarnya sakit di kampung halaman.
Pemilik akun facebook Haris Pencari Ilmu menulis di lamannya pada 28 Nopember pukul 07.35 perjalanan dari pesantren Hidayatullah kampus II desa Tadui dusun Salutalawar menuju kampungnya di pedalaman Malunda.
Menariknya, selain menggambarkan rute perjalanan yang ditempuh dengan beralan kaki dan tidak mudah, tulisannya juga menginformasikan kepada netizen kondisi masyarakat yang masih memegang erat budaya kerja bakti.
Suasana sejuk,hijau nan asri yang terhampar di daratan Malunda disajikan dalam bentuk catatan ringan dan ‘enak’ dibaca.
Berikut nukilan Abdul Haris di akun facebooknya dengan tulisan sekenanya itu;
Berangkat dari mamuju menuju kampun halaman, tepatnya di dusun Salu Biru desa Salutahongan sekitar 17 km dari malunda, dengan tujuan menjenguk orang tua, katanya kurang sehat.
Sore saya tiba di sana ternyata orang tua ber ada didalam kebun padi, sekitar 5-6 km dari kampun halaman dan harus menempuh dengan berjalan kaki.
Akhirnya saya pun langsung berangkat masuk, tetapi harus lewat kampun sebelah di dusun Salu rindu karena waktu magrib suda tiba akhirnya saya sholat magrib disana, usai sholat magrib melihat suda gelap akhirnya bermalam di rumah keluarga esok pagi baru lanjut perjalanan.
Selesai sholat subuh saya pun ber siap-siap melanjutkan perjalanan, diperjalanan masuk banyak saya dapati longsoran yang besar akibat hujan lebat dan beberapa pohon durian yang besar rebah.
Sekitar satu setenga jam saya berjalan kaki, akhirnya sampai juga di kediaman orang tua aaah leganya saya rasa, langsung di jangu air putih dan ber istirahat sejenak.
Setelah ber istirahat langsung lanjut menumbuk padi untuk makan siang, setelah itu pergi mengambil air dari sumur menggunakan jerjen sempat terbesik dalam hati “ini baru satu hari di kebun rasanya badan suda pegal-pegal, sedangkan orang tua sudah bertahun tahun” inilah orang tua rasakan banting tulang untuk membesarkan anak-anaknya.
Keesokan harinya, lanjut menanam padi karena kebetulan orangtua dapat giliran menanam dan orang-orang pada berdatangan sekitar 70 an dan anak-anak sekitar 30 an. Saya meminta ke anak-anak untuk membantu mengangkat air dari sumur dan saya memasakkan tamu sekitar 100 san bersama dengan anak-anak mereka. Saya memasak menggunakan kayu bakar yang belum terlalu kering akibat sering hujan, air mata pun keluar karena asap yang banyak dan Alhamdulillah masak tiga panci besar.
Saya mengumpulkan anak-anak dan bercerita tentang kisah-kisah islami, Merakapun terharu dan langsung bersemangat katanya ingin masuk pesantren juga, padahal mereka masih kecil-kecil dan belum bisa pisah dari orangtuanya.
Si bocil ini kerjaannya hanya pergi bermain dan sangat ter tinggal pendidikan-nya terutama dalam bidang agama, sekolahnya pun jauh akhirnya jarang sekali pergi sekolah.
Sayapun ber pamitan sama mereka karena harus kembali ke mamuju melihat tugas dan tanggung jawab yang harus di kerjakan, saya berpamitan sama orangtua dan keluarga yang lainnya.
Usai sholat isya saya baru tiba di mamuju karena banyak singga di rumah keluarga yang di lewati. Perjalanan yang sangat melelahkan, tapi karena orangtua tidak ada kata lelah orang tua mengasuh kita juga tak perna mengenal lelah.