HidayatullahSulbar.Com, Tobadak – Ketua DPW Hidayatullah Sulawesi Barat Ustadz Drs. H. Mardhatillah menyampaikan pengajian umum di hadapan jamaah, santri dan warga Hidayatullah Mamuju Tengah, Sabtu (12/11/2022)
Beliau mengangkat tema dasar dalam memaksimalkan mujahadah tarbiyah dan dakwah dengan menyetir Konsep Sistematika Wahyu yang teridiri dari 5 Surah.
Sebab salah satu yang menjadi kekuatan kader Hidayatullah sampai hari ini kata beliau adalah meniti dan menerapkan 5 surah pertama yang dimulai dari al-alaq, al-qalam, al-muzzammil, al-muddatstsir dan terakhir adalah al-fatihah.
Ustadz Mardhatillah juga merinci secara detail, mengapa Pesantren Hidayatullah bisa hadir di seluruh Indonesia. Setidaknya kata beliau ada 3(tiga) modal dasar, yaitu yang pertama adalah konsep manhaj Sistematika Wahyu itu sendiri, kedua adalah Kepemimpinan dan yang ketiga adalah keberadaan kampus-kampus pesantren Hidayatullah di seluruh Indonesia.
“Jika ada warga, santri dan kader yang mengeluh dan bermasalah terus, maka yang harus digali adalah bagaimana kesadaran berilmunya, kemudian tingkat keyakinan dan keimanannya serta kepemimpinan.” Paparnya.
Ukuran keilmuan bukan karena tingkat pendidikan akademik yang tinggi sambung beliau, tetapi ilmu yang berkah dan membawa keselamatan.
“Ilmu yang baik dan benar, ilmu yang membawa keselamatan dan keberkahan adalah ilmu yang bersumber dari al-Qur’an yaitu dengan mengamalkan nilai-nilai surah pertama dari surat al-alaq.” Sambungnya.
Selain itu kata beliau adalah bahwa konsep berpikir yang idealisme lahir dari kajian surah al-qalam dengan pola perbandingan antara konsep jahiliyah dan konsep al-qur’an.
Surah ketiga adalah Muzzammil yang mentarbiyah ummat dengan melahirkan 6 azimat yaitu qiyamullail, baca Qur’an, dzikir, sabar, hijrah dan tawakkal.
Qiyamullail atau shalat malam kata beliau adalah saatnya kita mengajukan proposal proyek besar untuk esoknya dan shalat dhuha adalah kesempatan mencairkan dan action di lapangan. Begitupula tadarrusnya yang mengantar untuk lebih dekat dengan ayat-ayat-Nya (tanda-tanda kebesaran Allah, red.), kemudian wirid dan dzikirnya yang menjadi tameng pagi, sore dan malam hari.
Sabarnya seorang kader sambung beliau, adalah membawa suasana ketenangan baik secara pribadi, keluarga serta warga dan jamaah sekitarnya, “khairunnaas yanfa’unnaas” bahwa keberadaan kita tidak sekedar menambah jumlah tetapi membawa perubahan besar.
Berikutnya adalah pola hijrah yang tertata dengan pembaharuan niat menuju progres dan wawasan seorang hamba Allah. Sehingga seorang kader tidak hanya puas dengan zona nyamannya, tetapi dengan al-muzzammilnya mengantarnya untuk terus berpikir maju dan berpandangan jauh kedepan.
“Kemudian memperkuat dengan tawakkal, menyerahkan segala urusannya kepada yang maha kuasa atas segala sesuatu, bukan kepada makhluknya” Harapnya
Surah ke-empat lanjut beliau, bahwa ekspansi dakwah (al-muddatstsir) adalah konsekuensi dari mujahadah al-muzzammil dengan melepaskan seluruh penghalang dan menerobos segala tantangan yang berbentuk sistem thagut. Itulah makna menyingkap selimut peradaban dalam surat Al-Muddatstsir yang membutuhkan perjuangan menuju kejayaan (al-fatihah)
“Jika sistem bisa diprospek (dakwah) menjadi sebuah peradaban, maka inilah yang dinamakan kekuasaan yang disambut dengan kalungan bunga.” Sembari berbinar-binar.
Yang terakhir adalah bahwa Hidayatullah mempunyai teritorial kampus sebagai miniatur peradaban yang memiliki kekuasaan sepenuhnya dengan segala peragaan konsep visi, kepemimpinan dan sistem tersebut.
Selain Sistematika Wahyu kata beliau, bahwa konsolidasi Jati Diri juga diantaranya adalah; Ahlu Sunnah Waljamaah, al-harakah al-jihadiah al-islamiyah , imamah jamaah, jamaatun minal muslimin dan wasathiah yang dikaji baik dalam daurah marhalah wustha maupun di halaqah-halaqah wustha.
Kemudian beliau juga menjelaskan konsep Konsolidasi organisasi yang terdiri 6 elemen penting untuk berjalannya sebuah organisasi yang ideal, yaitu;
Pertama adalah Administrasi, menjadi hal urgensi dalam sebuah organisasi, sebab mengabaikan administrasi sama saja mengabaikan keberlangsungan sebuah organisasi, karena dengan administrasi yang tertib maka roda organisasi bisa berjalan dengan baik.
Yang kedua adalah Manajemen, yaitu bagaimana menjalankan tahapan dari semua fungsi manajemen, mulai perencanaan yang matang dan akurat, kemudian pengorganisasian dengan menempatkan kader (pengurus) sesuai dengan skill dan keterampilan serta kemampuannya dengan job masing-masing serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang tersusun dengan baik.
Fungsi manajemen berikutnya dan yang sangat penting adalah action di lapangan, sebab dengan proses inilah yang menjadi penentu berhasil tidaknya sebuah target dan cita-cita organisasi.
“Kemudian fungsi terakhir adalah kontrol dan evaluasi, yang hari ini kita laksanakan di Hidayatullah Mamuju Tengah dengan judul Monitoring dan Evaluasi (Monev).” Kata Beliau
Konsolidasi yang ketiga adalah Regulasi, dimana organisasi bisa berjalan dengan baik jika ditopang dengan regulasi mulai dari Pedoman Dasar organisasi (PDO), Peraturan Organisasi (PO), Standar Operasional Prosedur (SOP), Aturan Kepegawaian, Tata tertib dan lain-lain sebagai turunan regulasi di atasnya.
Kemudian yang keempat adalah Kepemimpinan, dimana sistem kepemimpinan kharismatik adalah mengandalkan kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memberikan instruksi. Kemudian kepemimpinan musyawarah yang mengambil keputusan berdasarkan masukan-masukan dalam musyawarah tersebut.
Berikutnya yang kelima adalah Kultural, yang menjadi hal kebiasaan kader dan jamaah/warga yang keliatannya sederhana tetapi menghasilkan konsep dan realitas yang besar dan berlaku sampai hari ini, misalnya kerjabakti dan lain-lain.
“Yang terakhir (keenam) adalah Spiritual yang dijabarkan langsung dalam Gerakan Nawafil Hidayatullah (GNH) yang sering disebut-sebut sebagai tarekatnya Hidayatullah.” Kuncinya.
Pengajian tersebut adalah rangkaian pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi (Monev) DPD Hidayatullah Mamuju Tengah yang dipimpin langsung Ketua DPW.*/massi