HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Opini – Hidayatullah sebagai sebuah badan hukum perkumpulan dan memiliki banyak amal usaha, di antaranya dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan dakwah.
Sebagaimana fungsinya, menjadi wadah umat Islam dalam ikatan tauhid, wahana dakwah untuk menyebarkan nilai dan kultur Islam.
Tingginya spiritualitas individu pegawai, performa yang menarik, gaya komunikasi yang berbalut adab, berdedikasi tinggi dalam dunia kerja dan profesional, adalah deretan profil ideal yang kemudian dikenal sebagai kultur.
Tentu saja idealiltas di sini sangat memehatikan proses peningkatan kualitas masing masing individu dan bukan justru sebaliknya, istilah generasi akhir menyebut, makin ke sini makin ke sana. Yang artinya semakin jauh mengikuti perjalanan pengabdian semakin menjauh dari visi dan misi lembaganya.
Wajar jika kemudian organisasi sebagai pemilik amal usaha lalu memastikan dan memosisikan person kader pilihannya agar kelak nantinya bisa mengaplikasikan nilai Islam dan menjaga kultur di amal usaha tersebut.
Mengingat visi besar membangun peradaban Islam harus betul betul nampak dalam standar operasionalnya.
Harapannya setiap individu itulah nantinya mampu memresentasikan Islam dalam semua kondisi dan keberadaan pribadinya. Secara teknis bisa disebut duta Hidayatullah.
Identitas yang automatis melekat itu harus mampu tercermin pada layanan, baik internal maupun eksternal, dan itu uniquely.
Di mana uniknya, kader yang juga menjadi pengurus amal usaha milik Hidayatullah yang nota bene lembaga dakwah itu secara automatis juga kadernya adalah dai.
Sementara itu dakwah yang dimaksud adalah ceramah salah satunya, meskipun talenta dalam menyampaikan pesan pesan agama di muka umum dengan retorika khusus itu tidak dimiliki oleh setiap kader.
Sehingga memeragakan Islam sebagai manivestasi iman ke dalam kehidupan setiap kegiatan pribadi atau amal usaha itu menjadi utama.
Misalnya menampakkan adab dalam komunikasi, mengedepankan hijab, menjadi pendengar yang baik dan respon dengan ucapananya.
Di sisi lain konektivitas sosial harus tetap terjaga, bukti ilmiah menunjukkan, bahwa silaturahmi merupakan kebutuhan psikologis yang penting untuk selalu merasa bersyukkur dalam hidup.
Interaksi sosial yang baik inilah yang dibutuhkan dalam membantu membangun hubungan dengan tetangga, walimurid atau masyarakat sekitar, sehingga dalam konteks bemasyarakat, ekstistensi amal usaha dapat dirasakan kehadiran dan manfaatnya oleh publik. (bash)