HidayatullahSulbar.Com, Mamuju – Organisasi dakwah memiliki peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai Islam dan mengajak umat kepada kebaikan. Dalam melaksanakan tugas ini, struktur organisasi dakwah harus dirancang dengan baik agar efektif, inklusif, dan relevan dengan perkembangan zaman.
Struktur organisasi yang kaku dan hierarkis, seperti yang banyak ditemukan pada era 90-an, sering kali menjadi kendala dalam merespons tantangan modern. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan dalam pendekatan dan struktur organisasi dakwah agar lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat saat ini.
Struktur Organisasi Dakwah yang Inklusif dan Partisipatif
Pada era 90-an, banyak organisasi dakwah yang mengadopsi struktur hierarkis dengan birokrasi yang cukup rumit. Struktur ini memang efektif dalam menjaga stabilitas dan kesinambungan gerakan dakwah, tetapi juga memiliki kelemahan.
Struktur yang terlalu kaku dapat menghambat kolaborasi, kreativitas, dan keterlibatan dari kalangan muda. Proses pengambilan keputusan yang lambat, dominasi pemimpin dalam keputusan, serta akses terbatas kepada pemegang keputusan menjadi kendala dalam menghadapi tantangan dan dinamika yang berkembang.
Struktur yang ideal dalam organisasi dakwah adalah struktur yang inklusif dan partisipatif. Struktur ini membuka ruang bagi seluruh anggota untuk berkontribusi, terlepas dari usia, gender, atau latar belakang. Inklusivitas mendorong keberagaman ide yang bisa memperkaya strategi dakwah. Generasi muda dan perempuan, yang sering kali kurang terwakili, dapat berperan aktif dalam menentukan arah gerakan dakwah.
Pendekatan partisipatif dalam organisasi dakwah juga penting untuk meningkatkan keterlibatan anggota. Pengambilan keputusan tidak lagi didominasi oleh segelintir orang, melainkan melalui musyawarah yang melibatkan seluruh anggota. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan urusan bersama. Allah SWT berfirman:
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Musyawarah memungkinkan keputusan yang diambil lebih adil dan mencerminkan aspirasi semua anggota. Pendekatan ini mendorong rasa memiliki dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap keputusan yang diambil bersama. Selain itu, musyawarah juga membuka peluang bagi inovasi dan inisiatif baru yang bisa mendukung keberhasilan dakwah.
Adaptasi Terhadap Perubahan Zaman dan Teknologi
Di era digital, organisasi dakwah harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial. Kehadiran media sosial, teknologi informasi, dan perubahan pola interaksi masyarakat menjadi tantangan sekaligus peluang bagi dakwah. Organisasi dakwah yang ideal harus memanfaatkan teknologi ini untuk menyebarkan pesan-pesan Islam dengan cara yang kreatif dan relevan. Konten yang menarik, komunikatif, dan sesuai dengan kebutuhan audiens menjadi kunci keberhasilan dakwah di era digital.
Pemanfaatan teknologi dalam dakwah juga merupakan bagian dari prinsip hikmah yang diajarkan dalam Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Hikmah itu adalah barang hilang milik seorang Mukmin, di mana saja ia menemukannya, maka ia lebih berhak atasnya.” (HR. Tirmidzi)
Artinya, setiap sarana yang dapat digunakan untuk kebaikan, termasuk teknologi modern, seharusnya dioptimalkan dalam dakwah. Organisasi dakwah yang adaptif akan lebih mudah berinteraksi dengan masyarakat luas dan merespons tantangan zaman dengan lebih efektif.
Relevansi Peran Pengelola dalam Organisasi Dakwah Modern
Meskipun organisasi dakwah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif, bukan berarti peran pengelola seperti ketua, sekretaris, dan bendahara menjadi tidak relevan. Peran-peran ini tetap penting, tetapi dengan fungsi yang lebih fleksibel sebagai koordinator dan fasilitator. Ketua, sekretaris, dan bendahara harus berperan dalam memfasilitasi kolaborasi, menjaga arah organisasi, dan memastikan bahwa setiap anggota dapat berpartisipasi aktif.
Imam Ibn Taymiyyah rahimahullah menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan adil dan penuh tanggung jawab. Kepemimpinan dalam dakwah bukan soal kekuasaan, tetapi tentang bagaimana memimpin dengan hikmah dan mendorong partisipasi aktif dari seluruh anggota organisasi.
Kesimpulan
Struktur organisasi dakwah yang ideal di era modern harus inklusif, partisipatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Pendekatan ini memungkinkan dakwah untuk tetap relevan, dinamis, dan mampu menjawab tantangan yang ada. Dengan struktur yang lebih terbuka dan kolaboratif, organisasi dakwah akan lebih efektif dalam mencapai tujuan dan membawa manfaat yang lebih besar bagi umat.(massiara)