HIDAYATULLAH SULBAR.COM, Palu, Ustadz H. Hasyim HS. salah satu pendiri Hidayatullah didapuk memberikan tausiah usai sholat subuh di masjid Al Amin Pesantren Hidayatullah Palu (26/8/2022).
Dihadapan jamaah, beliau memberikan wejangan dengan intonasi datar khas senior Hidayatullah yang murah senyum itu.
“Saya senang bisa berada di depan orang orang yang jelas ilmunya dan di atas saya. Kelebihan saya yang sudah pasti dari jamaah adalah umur” tawadhunya dalam mengawali tausiah.
Sebagaimana disampaikan pada momen lain , ustadz Hasim (sapaan familiar santri santrinya) selalu mengenang dinamika perjuangannya mengawali rintisan Hidayatullah ini.
Sering disampaikan oleh ustadz Abdullah Said “Maju saja nanti Allah berikan ilmu atau perkataan yang menarik orang” kenangnya.
Dari semua pemaparan tentang perjuangannya bersama almarhum ustadz Abdullah Said dan sahabat sahabatnya, ustadz Hasim mengajak jamaah selalu mendoakan pendiri Hidayatullah tersebut.
“Semoga beliau bahagia dengan amal jariyahnya, menikmati perjuangannya” ajaknya agar seluruh kader selalu saling mendoakan, memaafkan dan menjaga silaturahmi.
Kesyukurannya adalah, masih berada dalam jamaah Hidayatullah selalu disegarkan agar menjadi motivasi bagi generasi pelanjutnya.
Ustadz Hasim HS. juga mengajak agar selalu bisa menikmati hidup di Hidayatullah, hidup yang disetting memiliki visi yang jelas.
Dia tekankan bahwa Allah itu Maha Penolong cuma kadang kadang kita ragu atas pertolongan Allah.
Sehingga spirit yang didapati selama berinteraksi dengan Abdullah Said yang selalu menyuruhnya maju untuk menyelesaikan tugasnya dengan keyakinan penuh bahwasanya Allah akan menolong selagi niatnya bagus.
“Maju saja, nanti Allah akan tolong selagi niatmu bagus” kenangnya lagi.
Menurutnya, banyak ide dan gagasan beliau ustadz Abdullah Said yang kita sendiri tidak paham dan sanggup memahaminya, sering mengatakan sesuatu dalam keadaan kita belum punya materi apa apa.
Itu sebenarnya pelajaran tauhid tingkat tinggi, ‘ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi” ini bukan ayat bukan hadits tapi sangat relevan dengan keduanya.
Dahulu saja, kenangnya, tidak ada (fasilitas) apa apa yang ada hanya taat dan semangat, kerja keras, ibadah keras adalah nyanyian sehari hari, kerja hingga larut malam.
Ditugaskan ke mana mana mudah karena taat, meyakini bahwa Allah itu kuasa, mengerti kebutuhan orang.
Inilah yang menjadi penyemangat kita hari ini dulu belum ada apa apa, “Kami dulu, tidak pernah berbicara fasilitas dan hal hal yang bersifat keduniaan” tuturnya.
“Apakah sudah menjadi rumus ya? ketika jalan kaki semangat luar biasa namun ketika sudah ada fasilitas justru spirit itu berkurang” selorohnya ringan.
Makanya rubrik dalam majalah Hidayatullah yang duluan ia baca adalah Serial Dai, dengan harapan sangat berdakwah masih tetap diwarisi oleh generasi hari ini.
Terlebih lagi jika spirit yang dimaksud selalu ia kaitkan dengan contoh yang diperagakan di awal awal rintisan ormas Islam yang sudah berada di seluruh provinsi ini.
Dengan semangatnya yang tinggi beliau secara rutin mengimami shalat tahajjud selama rata rata 4 jam setiap malamnya.
Meski beliau bukan hafidz Qur’an 30 juz, menurutnya, mampu menerapkan isi yang terkandung di dalamnya melalui praktik praktik peradaban Islam di semua kampus kampus Hidayatullah di Indonesia ini.
Diujung tausiah beliau berpesan “Mari saling mendoakan dalam kebaikan dan jangan saling menyakiti karena itu menjadi penghalang pertolongan Allah”. (bash)