Hikmah  

Ketaatan Keluarga Nabi Ibrahim

HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Hikmah. (Disadur dari ceramah Ustadz Drs. H. Mardhatillah pada Pengajian Bulanan Warga Hidayatullah Polman dengan gubahan seperlunya)

Ada perubahan yang alamiah ada perubahan percepatan, ada juga perubahan alamiyah yang dikemas dalam percepatan.

Ayo Berkontribusi, Bersama Wujudkan Misi Dakwah Besar!

Cara itu adalah rotasi dan merupakan bagian dari rencana besar dalam perubahan, maka syarat untuk maju adalah bergerak.

Sementara itu tugas utama kita adalah sebagai hamba Allah, hamba yang tidak memiliki kekuatan apa apa, pada tahap ini (kita) harus tuntas kajiannya sebagai penyembah sang Pencipta sebagai sumber spirit dan kekuatan, di sisi lain juga betugas sebagai khalifah, pengatur atau pemimpin.

Pada episode inilah posisi yang diperankan oleh nabi Ibrahim dan keluarga. Ibrahim (alaihi salam) atas perintah Allah menempatkan istri dan anaknya yang masih balita di lembah tandus tak berpenghuni. Siti Hajar dengan keyakinan penuhnya menyambut amanah itu dengan berfikir positif lantaran tuntas tauhidnya.

Tuntas tauhid rububiyahnya, menyikapi keputusan itu dengan meyakini Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang taat.

Tidak cukup di situ, ketika Ibrahim mendapati Ismail tumbuh pada usia remaja turunlah perintah untuk menyembelihnya. Ujian ini menimpa Siti Hajar, apakah ia akan komplain kepada suaminya yang dengan mudahnya mengatakan itu dan Ismail harus dengan rela menyerahkan hidupnya?

Ismail berhasil dikader dengan baik dan memiliki loyalitas tanpa batas sebagaimana Siti Hajar yang taat tanpa syarat mendengar perintah dari suaminya.

Kalau Siti Hajar dan Ismail tidak taat kita tidak akan dapat air zamzam.

Maka yang perlu disadari sejak dini adalah perusak generasi yaitu mempermainkan ibadah dan memperturutkan hawa nafsunya.

Kita merindukan generasi ‘Ismail’ yang beraqidah lurus yang menerima interuksi dengan ketaatan tanpa alasan apapun dan tanpa menunda waktu.

Sebagaimana kita merindukan generasi wanita sekaliber Siti Hajar yang memahami tugas suami sebagai wahana pendidikan kepada anaknya. Mendukung tugas Ibrahim, suaminya, tanpa membebani dan tetap istiqamah pada amanahnya dan berusaha tegar dengan kemandiriannya.

Ibrahim dengan visi besarnya, yakin dengan mega program yang kemudian menyandarkan secara vertikal dan berdoa : “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Merekalah manusia manusia mulia, manusia manusia pilihan dan tangguh yang menginpirasi umat manusia di belakangnya yang telah memberikan suri tauladan yang baik. (bash)

×