HIDAYATULLAHSULBAR.COM -Tobadak. Meminta nasihat dari orangtua, guru dan ulama apa lagi tentang ketaatan adalah adab santri.
Bagi santri dan pengurus Hidayatullah Tobadak kedatangan ketua bidang Perekonomian DPP Hidayatullah Drs, Wahyu Rahman, MM. adalah berkah tersendiri.
Selain menyampaikan tujuan kedatangan bersama tim aset untuk TSM Hidayatullah Tobadak juga memberikan tausiah di masjid Al-Aqsha pagi (28/3) ini.
“Selain menempuh jalur silaturahmi, pemaparan data juga akan terus melibatkan ‘jalur atas’ (yakni melibatkan maunah Allah” tuturnya.
Upaya ini sudah digagas sejak awal kepengurusan di periodenya.
Ditargetkan akan rampung dalam satu tahun namun karena ada halangan beberapa hal sehingga tertunda.
Kedatangannya sempat menyinggahi unit usaha Rumah Potong Hewan syar’i di Hidayatullah Makassar.
Pada lini tersebut DPP berinvestasi hingga 200 juta rupiah.
Hal itu dimaksudkan untuk mendorong kemandirian organisasi agar memiliki daya dukung terhadap pengabdiannya kepada umat.
Dalam tausiahnya, menguatkan akan pentingnya hidup dalam sebuah kepimpinan.
Ditekankan berulang ulang tentang ketaatan adalah wujud kepatihan kepada pemimpin dan Yakinnya kepada Allah.
Meski berat dalam menjalankan amanah ketika harus taat di situlah dituntut loyalitas dan kemampuan ikhtiar dan munajat kepada Pemilik Alam.
“Harus mampu menjalankan amanah, sejatinya seorang kader mampu berkarya karena didukung Allah” tegasnya.
Kepada santri dikisahkan tentang penugasannya ke Hidayatullah Lhokseumawe tahun 1994 hingga sukses.
Lanjut penugasan ke Gorontalo mengawali keberadaan Hidayatullah di tempat tersebut hingga berjalan amal amal usaha.
Bukan kader kalau bukan berjibaku dengan mutasi, setelah itu mendapatkan tugas ke Samarinda dan langsung mengirimkan lebih dulu barang barang miliknya.
“Barang terbanyak kami adalah buku” kenangnya.
Dan kepindahan itu kami buktikan dengan segera pindah menuju tempat tugas karena yakin harus taat kepada imam atau pemimpin.
Tidak cukup di situ, ketika Hidayatullah berafiliasi menjadi organisasi dinobatkan menjadi ketua DPW Kalimantan Barat dan Tengah.
Akhir 2004 gempa dan tsunami Aceh terjadi dan itu sekaligus penanda dimutasinya ekonom tersebut menjabat sebagai ketua posko kemanusiaan di Nanggroe Aceh Darussalam.
Tiga tahun definitif sebagai sekretaris DPW Hidayatullah NAD yang juga sibuk dengan recovery paska bencana terbesar dalam sejarah manusia tersebut.
Dimatangkan dengan ditariknya ke Jakarta untuk meluaskan pengabdiannya sebagai pengurus pusat Hidayatullah.
Begitulah episode penugasan demi penugasan yang ia simpulkan sebagai wujud ketaatan kepada pemimpin dan keyakinannya kepada Sang Pencipta.
Untuk itu, menurutnya, proses pengkaderan harus kuat dan ketat dalam setiap langkahnya.
Untuk menyiapkan generasi pelanjut yang bertanggung jawab atas amanah yang ia pikul.
Tentunya melalui boarding school dan peran penting dalam proses tersebut adalah pengasuhnya. Sebagai pengganti orangtua, pengasuh harus memiliki jiwa agresif, maju dan berwawasan luas. (bash)