Jadilah Guru Berkarakter dan Beridentitas

HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Baras – pesan Jadilah guru berkarakter dan beridentitas tersebut disampaikan pada pengajian guru TK, SD dan SMP Islam Terpadu Lukmanul Hakim Baras yang berlangsung di ruang kelas SD pada tanggal 7 Maret 2023.

Di ruang belajar yang penuh ornamen siswa seperti membuat pengajian tersuasanakan atmosfer kependidikan semakin terasa oleh semua peserta pengajian bulanan tersebut. dan kali ini pematerinya Drs. H. Mardhatillah ketua DPW Hidayatullah Sulawesi Barat.

Ayo Berkontribusi, Bersama Wujudkan Misi Dakwah Besar!

Di awal disebutkan, sebagai pendidik hendaknya memiliki kedekatan dengan Rabb sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. sewaktu merubah tatanan masyarakat Mekkah.

Disebutkan, pendidikan yang maju adalah yang mampu mengembangkan bakat anak dari ketidak berimannya, keterbelakangannya menuju murid yang bertaqwa dan cerdas. “Kalau hasilnya tidak sesuai target maka evaluasinya pada guru” simpulnya.

Bagaimana di Hidayatullah meretas guru yang berkualitas? Mengambil spirit Al Qur’an pada surah Jumuah ayat 2 yang artinya “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul      di antara mereka,yang membacakan   ayat- ayat- Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).   Dan sesungguhnya mereka  sebelumnya   benar- benar  dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al Jumuah : 2)

Terdapat 3 pesan terkandung untuk tenaga pendidik senantiasa melakukan tilawah atau gemar membaca Al Qur’an dengan tartil dan ini sekaligus ciri khas guru Kedua, tazkiyah atau mensucikan diri dengan memperbanyak istighfar dan menghindarkan diri dari hal yang sia sia dan yang terakhir taklim atau mengajarkan Al Qur’an kepada peserta didik sebagai manifestasi nilai nilai dasar dalam kehidupan mereka.

Salah satu indikatornya adalah tingginya rutinitas halaqah guru, sangat jelas kaitannya, ketika tidak berhalaqah maka teranglah yang bersangkutan sedang menunjukkan ketidak taatannya dan memamerkan kebodohan. Jika (kebodohan) itu dasarnya, wajar kemudian jika kualitas guru sangat berpengaruh pada hasil kualitas murid.

Termasuk kualitas sholat malamnya guru memiliki kaitan erat dengan kualitas pembelajaran di sekolah. Sebagaimana tadarrus guru yang rutin, tradisi infaq yang sudah mengakar dalam kehidupan guru.

“Guru yang unggul, adalah guru yang berkarakter dan memiliki kinerja tinggi dan berkarakter dan berakhlak mulia” simpulnya ketika menjelaskan kriteria guru yang ideal dalam konsep Pendidikan Integral Berbasis Tauhid (PIBT).

Jika tidak diimbangi dengan keteladanan yang maka yang muncul adalah profil guru yang berkinerja tinggi tapi tidak bagus akhlaknya atau semangat kerja tapi tidak jujur.

Di hadapan seluruh guru itu, berulang ulang ditekankan budaya 4K, pertama Kritik, selalu ada perubahan yang dipikirkan dan memiliki aksi merubahnya.

Kedua, Kreatif. Diinginkan perubahan suasana belajar yang memiliki varian kelas setiap waktu tertentu. Ketiganya adalah Komunikatif, dijelaskan suasana pembelajaran di lingkungan sekolah yang harmonis dan terjalin diskusi yang sehat.

Kolaboratif adalah uraian istilah 4K yang terakhir, semua kinerja yang diamanahkan sudah seharusnya disinergikan dengan baik kepada seluruh unsur sekolah. Demikian jika menginginkan suasana belajar yang kondusif dan memiliki daya dukung terhadap aplikasi konsep pendidikan Integral.

Guru sebagai patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa, tentu membutuhkan mujahadah tinggi dalam lingkup kerja Hidayatullah khususnya di kampus pratama Baras.

Keinginan atau cita cita besar merubah peserta didik agar menjadi orang yang melebihi kualitas gurunya, kerja keras guru dalam merubahnya, sekali lagi, menurutnya, hal itu adalah jihad. Karena jika tidak demikian jadilah guru yang tidak berkarakter dan tidak beridentitas.

Penekanan terhadap karakter guru yang memiliki budaya literasi tinggi juga menjadi stressing ustadz Mardha (sapaan familiarnya -Red.), guru dengan dasar literasi tinggi akan memiliki kekayaan ilmu pengetahuan yang luas dan memiliki kecerdasan emosional yang baik.

Budaya literasi dimaksud adalah gemar membaca buku buku referensi khususnya seputar kependidikan dan mampu menganalisa hal hal seputar tugas tugas kependidikannya yang mulia. Mengingat kegemaran membaca status di sosial media tidak mewakili budaya literasi atau kegemaran membaca karya tulis. (bash)

×