HIDAYATULLAHSULBAR.COM, Santai – Seorang peserta Daurah Marhalah Ula SMA 2024 bertanya kepada saya “Bagaimana jika kemudian hari kita dapati orang yang kita kader lalu sering berbuat dosa dan justru ikut ke kelompok (harokah) lain?”.
Pertanyaan itu muncul, menurut saya karena baru saja mereka dapati materi takrif Hidayatullah. Selama 90 menit saya maksimalkan untuk mengintrodusir kepada calon kader muda dan mereka terlihat antusias sedari awal. Sesekali saya selipkan ice breaking seputar materi. Itu kebiasaan saya.
“Yang kita ajarkan adalah kebaikan, jika kalian berbuat kesalahan maka itu bukan ajaran kita. Visi kita ‘kan Membangun Peradaban Islam dan menyebarkan dakwah syar’iyyah itu ke seluruh manusia dan alam” Saya mengawali jawaban itu dengan ringan.
Terlihat penanya anggukkan kepala tanda paham, pikirku. Belakangan ternyata ia adalah peserta terbaik versi mentor mereka.
Entah ada kasus yang ia lihat atau spontanitasnya dalam mengeksplorasi materi yang ia serap, tapi bagi kita fenomena itu menarik untuk dipikirkan.
Semua pemateri daurah menanamkan ke alam bawah sadar peserta agar merasa dipantau oleh Allah dalam semua kondisi, agar malu kalau berbuat salah dan dosa, paham materi daurah dan punya perubahan besar dalam hidupnya karena satu tahap telah mereka lalui dalam sebuah penjenjangan kader.
Memang, semua manusia berpotensi berbuat salah. Termasuk alumni daurah yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA.
Out put dari DMU ini salah satunya memiliki tsaqafah islamiyah yang baik, memiliki pengetahuan Islam yang mendalam dan menyeluruh. Mereka diberikah konsep berimamah jamaah dengan pola dasar Sistimatika Wahyu.
Mengenal islam lewat sisitimatika atau urut urutan turunnya wahyu, dengan indikasi alumni yang memiliki profil; beraqidah yang lurus, berakhlaq al Qur’an, bersungguh sungguh dalam beribadah, mampu mendakwahkan Islam dan komitmen berjamaah.
Secara simpel dapat digambarkan seperti di atas akan tetapi semuanya menuntut aplikasi amal di kehidupan nyata, bagi mereka setidaknya saat kembali ke asrama menjadi contoh bagi adik adik juniornya. Dengan profil yang sudah terpatri dalam kepribadiannya.
Tidak tanggung tanggung, DMU tahun ini mengangkat tema nasional; Kader Muda Hidayatullah, Aktif Halaqah, Cerdas, Militan, dan Pemimpin Masa Depan.
Terus bagaimana dengan mereka yang pindah ke kelompok (harokah) lain? Sebagaimana pertanyaan peserta tadi.
Sampai hari ini Hidayatullah tidak pernah merasa sebagai kelompok terbaik dan menganggap harakah lain buruk. Tidak.
Justeru ketika di (harakah) lain kemudian ia dapat mengembangkan kebaikan maka di situlah keberhasilan kita dalam menanamkan dasar dasar Islam yang ia kembangkan di kehidupannya. Dan itu adalah amal jariyah.
Silakan diingat, Jamaatun min al muslimin adalah jati diri Hidayatullah. Atau jamaah bagian dari kesuluruhan umat Islam. Seperti biduk di antara biduk biduk lain, punya konsep khusus, punya imam dan punya jamaah, punya bi’ah (kampus) dengan amal -amal usahanya dan punya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga di organisasinya. Secara tegas, ahlu sunnah wal jamaah juga jati dirinya.
“Istiqamahlah berjamaah, memilih (Hidayatullah) ini adalah ikhtiar menuju ke-Ridha-an Allah dengan visi besarnya yakni peradaban Islam yang ditegakkan, menerapkannya melalui kampus kampus peradaban dan memanivestasikan iman ke dalam kehidupan sehari hari” lalu saya mengakhiri jawaban itu. Wallahu A’lam bish showab. (bash)