HidayatullahSulbar.Com, Mamuju – Perasaan dilupakan oleh seseorang yang pernah dekat dengan kita bisa sangat menyakitkan. Bayangkan, kita pernah bersama seseorang selama bertahun-tahun, merawat, mendidik, dan membimbing mereka. Namun, seiring waktu, mereka menghilang tanpa kabar.
Ini sering terjadi pada orang tua angkat yang merawat anak-anak tanpa hubungan darah. Anak-anak itu tumbuh di bawah asuhan kita, lalu pergi, dan perlahan-lahan komunikasi terputus. Mungkin mereka sibuk dengan hidup mereka sendiri, atau merasa tidak perlu lagi terikat dengan kita.
Sebagai orang tua angkat, kita mungkin merasa bahwa sudah menjadi bagian dari tugas hidup kita untuk merawat mereka saat mereka butuh. Tapi, ketika mereka tidak lagi ada, saat tidak ada pesan, telepon, atau tanda perhatian, kita mulai bertanya-tanya: “Apa mereka sudah melupakan saya? Apakah saya tidak penting lagi dalam hidup mereka?”
Tentu, rasa sakitnya terasa nyata. Namun, sesakit-sakitnya dilupakan oleh anak angkat yang bukan darah daging kita, rasa sakit itu tidak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh orang tua kandung ketika dilupakan oleh anaknya sendiri. Seorang anak kandung yang pernah hidup di bawah atap yang sama, yang lahir dari rahim ibu dan dibesarkan dengan penuh cinta dan pengorbanan oleh kedua orang tuanya, namun kini seolah-olah tak lagi ada hubungan.
Perasaan yang Lebih Dalam, Ketika Anak Kandung Melupakan Orang Tuanya
Perpisahan dengan anak angkat bisa kita pahami dengan logika. Kita mungkin merasa, “Mereka bukan darah daging saya. Mungkin mereka merasa tidak ada ikatan yang kuat.” Tapi bagaimana dengan anak kandung? Orang tua yang menghabiskan hidup mereka untuk membesarkan anaknya, menanamkan nilai-nilai, memberi cinta tanpa syarat, dan berkorban dalam segala hal, merasa hancur ketika anak kandung mereka perlahan menjauh.
Bagi orang tua, kehilangan perhatian dari anak kandung terasa jauh lebih dalam. Anak yang dulu memeluk mereka setiap hari, sekarang bahkan mungkin tidak sempat mengirimkan pesan singkat. Orang tua mulai bertanya-tanya, “Apa yang salah? Di mana cinta yang dulu ada?” Kesedihan ini tidak terlukiskan. Mereka tidak hanya kehilangan komunikasi, tapi juga perasaan dihargai dan diingat sebagai bagian penting dari kehidupan anak-anak mereka.
Anak kandung yang melupakan orang tuanya adalah kenyataan yang begitu memilukan. Hubungan yang harusnya abadi dan kuat, seolah perlahan pudar seiring dengan berjalannya waktu dan kehidupan yang sibuk. Orang tua, yang seharusnya menjadi pelabuhan terakhir ketika anak-anak mereka butuh tempat kembali, kini merasa seolah-olah terlupakan di ujung kehidupan mereka.
Yang Paling Menyayat, Ketika Hamba Melupakan Penciptanya
Namun, ada satu rasa lupa yang lebih dalam dan tragis dari itu semua. Jika dilupakan oleh anak angkat atau anak kandung sangat menyakitkan, rasa sakit itu masih tidak sebanding dengan ketika seorang hamba melupakan Tuhannya. Allah, Sang Pencipta, yang telah menciptakan kita dari tiada, memberi kita hidup, rezeki, dan segala yang kita butuhkan untuk bertahan, sering kali kita lupakan. Dia yang selalu ada dalam setiap helaan napas kita, menunggu kita untuk mengingat-Nya, namun sering kali kita terbuai oleh dunia.
Seperti orang tua yang menunggu kabar dari anaknya, Allah juga menunggu kita untuk kembali kepada-Nya. Namun, berbeda dengan manusia, Allah tidak pernah melupakan hamba-Nya, meskipun hamba itu sering lalai dalam mengingat-Nya. Kita terlalu sibuk mengejar dunia, lupa bahwa semuanya adalah pemberian dari-Nya. Dan lebih sering, kita mengabaikan kesempatan untuk mendekat kepada-Nya sampai masalah besar datang dalam hidup.
Ketika seorang anak melupakan orang tuanya, mereka mungkin tidak sadar betapa besar rasa sakit yang ditinggalkan. Tapi ketika kita melupakan Allah, kita tidak hanya menyakiti hubungan kita dengan-Nya, kita juga menyakiti diri kita sendiri. Tidak ada yang lebih memprihatinkan daripada hamba yang terputus dari Tuhannya, yang terus-menerus memberi dan mencintai tanpa pamrih.
Kembali Mengingat, Jangan Sampai Terlambat
Pada akhirnya, rasa lupa ini bisa datang pada siapa saja—baik itu antara orang tua dan anaknya, atau antara hamba dan Tuhannya. Namun, masih ada waktu untuk memperbaiki. Kita bisa mulai dengan mengingat orang tua kita, menghargai mereka, dan tidak membiarkan hubungan itu terkikis seiring waktu. Orang tua tidak hanya butuh materi, mereka butuh perhatian dan cinta dari anak-anak mereka, tak peduli berapa usia mereka.
Lebih dari itu, kita juga harus ingat untuk selalu kembali kepada Allah. Sebanyak apapun kesibukan dan godaan dunia, kita tidak boleh melupakan hubungan kita dengan-Nya. Allah selalu menunggu kita, dan pintu-Nya selalu terbuka lebar untuk mereka yang ingin kembali. Jangan biarkan kehidupan kita terlewat tanpa mengenal-Nya lebih dalam.
Dilupakan oleh anak angkat atau anak kandung mungkin menyakitkan, tapi melupakan Tuhan adalah kehilangan yang jauh lebih besar. Perbaiki hubungan itu, sebelum terlambat.