HIDAYATULLAHSUBAR.COM – Tumbuh kembang pada anak pendidik belakangan ini butuh perhatian ekstra, indikator perkembangan kognitif tak optimal, sentuhan seperti pelukan, kecupan, serta belaian (dalam bahasa alay disebut jablay atau jarang dibelai), turut membantu perkembangan kognitif anak, hal ini penting.
Kurangnya stimulasi di atas bisa menyebabkan anak mengalami masalah intelektual, mirip duduk perkara akademis atau keterlambatan pada berbicara. Efek besarnya perkembangan kognitif tida maksimal.
Dampak kurang perhatian orang tua yang berprofesi sebagai guru yang hampir habis waktunya untuk memerhatikan peserta didik yang notabene anak orang lain, bukanlah hal sepele. Bila tidak segera diatasi, kondisi ini bisa berlanjut memengaruhi kehidupan anak sampai dewasa, bahkan sesudah dia berkeluarga nantinya.
Bapak dan ibu guru yang budiman, sudah sangat mulia berprofesi sebagai guru tapi akan sempurna kemuliaan itu jika di memerhatikan amanah sebagai orangtua di rumah. Figur guru idealnya meliputi seluruh sendi kehidupannya, di sekolah, di rumah bahkan di tengah masyarakat selalu saja mengedepankan nilai nilai edukaif.
Kita fokus kepada perhatian anak, gangguan perilaku, kurang perhatian dari orang tua bisa menaikkan risiko terjadinya gangguan perilaku, biasanya anak mulai senang mencuri, atau penyakit kleptomania. Maaf, meski barang yang ia curi adalah sesuatu yang tidak berharga dan tidak mereka butuhkan.
Hal ini berbeda dari pencurian kriminal yang mencuri barang berharga dan bernilai tinggi. Karena kebiasaan mereka umumnya hanya untuk mencari perhatian atau respon orangtuanya. Tentu perkembangan anak seperti itu bukan bagian dari rencana kita.
Saya dan istri selalu belajar menjadi pendengar yang baik, sikap ini sangat penting buat perkembangan emosional, sosial, serta kognitif anak. Jika orang tua kurang memperhatikan anak, bukannya tidak mungkin korelasi anak menggunakan orang tua menjadi renggang.
Buatlah kondisi agar mereka nyaman dengan kita, agar mudah mencurahkan isi hatinya, atau menceritakan pengalaman baru yang dia alami sehari-hari di sekolahnya tadi siang. Merasa senang dengan sapaan gurunya yang menyebutnya calon gubernur yang hafal al Qur’an.
Kita kenalan dengan sebuah hormon serotonin, hormon yang dibutuhkan untuk memperbaiki suasana hati. Selain itu, anak juga jadi lebih praktis marah dan tertekan jika kadar ini lebih rendah atau dalam Bahasa keseharian kita “kurang perhatian”.
Dalam kondisi itu emosional anak biasanya kurang terkontrlol, mudah marah tanpa sebab. di akhirnya, kondisi ini membentuk anak lebih berisiko mengalami gangguan kejiwaan, mirip stres, mudah cemas, hingga depresi.
Bersyukurlah wahai para guru dan orangtua yang mengintegrasikan nilai nilai yang didapatkan dari lingkungan sekolahnya dengan pendekatan yang bapak dan ibu lakukan selama di rumah.
Jika model itu yang akan kita terapkan, sudah saatnya kita kembali kepada pola kepengasuhan yang diperagakan Luqman Al-Hakim, Luqman Al-Hakim adalah sosok teladan dalam mendidik anak. Termaktub dalam Al-Qur’an Surah Luqman ayat ke 12 hingga 19.
Yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an Al-Karim itu agar menjadi contoh dan pedoman bagi umat sesudahnya dalam mendidik anak sebagai amanat sekaligus anugerah dari Allah Swt. (bash)